ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BANTARAN SUNGAI JENEBERANG DESA BONTOALA KECAMATAN PALLANGGA

  • Muhammaad Farid Nur Wahid Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, UIN Alauddin Makassar
    (ID)
  • Syarif Beddu UIN Alauddin Makassar
    (ID)
  • Nurul Istiqamah Ulil Albab UIN Alauddin Makassar
    (ID)
Keywords: Kata Kunci : Arahan, , Sungai, Permukiman

Abstract

Kondisi kawasan permukiman bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala rentan dengan lingkungan yang kumuh dan cenderung mengabaikan atura dasar tentang pengadaan bangunan rumah. Konsep pemanfaatan ruang kawasan bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala akan diarahkan berdasarkan kriteria   rencana pola ruang wilayah kabupaten kawasan  bantaran sungai menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009 bahwa sempadan sungai ditetapkan sebagai kawasan untuk perlindungan setempat. Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 tahun 2008 disebutkan bahwa sempadan sungai merupakan bagian dari RTH publik dengan fungsi tertentu. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi fisik dan arahan pemanfaatan ruang bantaran sungai Jeneberang. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan analisis superimpose (overlay). Hasil analisis akan mengidentifikasi kondisi fisik bantaran sungai melalui faktor kemiringan lereng, topografi, curah hujan, dan penggunaan lahan. Arahan pemanfaatan ruang bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala adalah konsep pemanfaatan ruang sebagai RTH, dan pengembangan tanggul sebagai sarana jalan.

Kata Kunci : Arahan, , Sungai, Permukiman

 

Author Biography

Muhammaad Farid Nur Wahid, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, UIN Alauddin Makassar

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BANTARAN SUNGAI JENEBERANG DESA BONTOALA KECAMATAN PALLANGGA

1Muhammad Farid Nur Wahid, Syarif Beddu2
1 Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Negeri Alauddin Makassar
2 Nama lembaga penelitian, alamat, kota
1 Email : [email protected]


Sengaja dikosongkan

ABSTRAK

Kondisi kawasan permukiman bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala rentan dengan lingkungan yang kumuh dan cenderung mengabaikan atura dasar tentang pengadaan bangunan rumah. Konsep pemanfaatan ruang kawasan bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala akan diarahkan berdasarkan kriteria rencana pola ruang wilayah kabupaten kawasan bantaran sungai menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009 bahwa sempadan sungai ditetapkan sebagai kawasan untuk perlindungan setempat. Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 tahun 2008 disebutkan bahwa sempadan sungai merupakan bagian dari RTH publik dengan fungsi tertentu. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi fisik dan arahan pemanfaatan ruang bantaran sungai Jeneberang. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan analisis superimpose (overlay). Hasil analisis akan mengidentifikasi kondisi fisik bantaran sungai melalui faktor kemiringan lereng, topografi, curah hujan, dan penggunaan lahan. Arahan pemanfaatan ruang bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala adalah konsep pemanfaatan ruang sebagai RTH, dan pengembangan tanggul sebagai sarana jalan.
Kata Kunci : Arahan, , Sungai, Permukiman

A. PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupannya memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi, salah satunya yang paling penting adalah kebutuhan akan tempat tinggal. Di Indonesia kebutuhan masyarakat akan lahan permukiman semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat bahwa jumlah penduduk Indonesia kembali mengalami peningkatan yang sebelumnya 272,68 juta jiwa pada pertengahan 2021 meningkat menjadi 275,77 juta jiwa hingga pertengahan 2022. Jumlah itu naik 1,13% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain meningkatnya pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan pemenuhan perumahan dan permukiman semakin meningkat bahkan beberapa perumahan di Indonesia tidak kunjung terselesaikan. Dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik, terdapat 12,7 juta rumah tangga di Indonesia belum memiliki rumah hingga tahun 2021. Namun, setiap tahun ada penambahan kebutuhan rumah sekitar 600.000-700.000 unit seiring bertambahnya keluarga baru.
Meningkatnya jumlah kepadatan penduduk bagi suatu wilayah berpengaruh pada kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, ditambah dengan aktivitas masyarakat yang semakin bertambah. Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi agar dapat mempertahankan hidupnya. Moslow dalam Kiswari (2020) menyatakan tentang piramida kebutuhan manusia berkaitan dengan tingkat kebutuhan sosialnya. Semakin tinggi tingkat sosial semakin tinggi pula tingkat kebutuhan hidup. Pada tingkat terendah manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan pada tingkat sosial tertinggi, manusia akan berusaha agar keberadaanya diakui oleh lingkungan sekitar.
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan permukiman selalu menjadi tantangan untuk pemerintah daerah. Di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, permukiman kumuh dan tidak layak huni masih menjadi permasalahan yang sering didapati. Seiring dengan perkembangannya, maka terjadi peningkatan area terbangun. Pemanfaatan ruang pada kawasan bantaran sungai Jeneberang yang difungsikan sebagai permukiman membuat luasan perubahan penggunaan lahan RTH kota tidak bertambah karena tidak tersedianya infrastruktur yang memadai.
Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun secara otomatis akan merubah tata guna lahan. Perubahan ini dapat menimbulkan degradasi lingkungan sehingga menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup dan menurunnya sumber daya yang ada.
Desa Bontoala merupakan desa dengan penduduk terbanyak di Kecamatan Pallangga. Letak desa Bontoala yang tidak jauh dari ibukota Kecamatan dan ibukota Kabupaten, sehingga menarik banyak masyarakat untuk mendirikan bangunan hunian maupun perdagangan. Semakin tingginya kebutuhan lahan untuk hunian di desa Bontoala, makin banyak perumahan permukiman yang terbangun karena besarnya keinginan masyarakat untuk bertempat tinggal dan bahkan mulai meraba ke arah bantaran sungai. Maka dari itu perlu adanya penegasan dalam penetapan kawasan yang layak sebagai permukiman yaitu arahan yang sesuai dengan aturan pemerintah.
Perkembangan masyarakat di sekitar bantaran Sungai Jeneberang, Desa Bontoala telah berkembang seiring dengan pemenuhan kebutuhan hunian dan fasilitas umum. Secara fisik perkembangan suatu daerah dapat dilihat dari penduduknya yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun terutama permukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi kota (Widodo, 2019).
Kondisi kawasan permukiman di Desa Bontoala sangatlah rentan dengan lingkungan yang kumuh dan cenderung mengabaikan aturan-aturan dasar tentang pengadaan bangunan rumah, melihat pesatnya pertumbuhan penduduk di Desa Bontoala tidak selaras dengan berkembangnya ketersediaan lahan untuk permukiman. Kondisi fisik dataran rendah dengan topografi tanah yang datar di Desa Bontoala memungkinkan untuk memunculkan aktivitas permukiman kumuh di bantaran Sungai Jeneberang. Permukiman seperti ini sangat cepat menjadi permukiman padat dengan keanekaragaman fungsi lahan, membuat suasana menjadi tidak tertib yang berakibat berubahnya kualitas fisik kawasan (Risnawati, 2020).

 

 

B. METODOLOGI

1. Lokasi Penelitian
Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juni 2023 sampai dengan bulan Juli 2023 selama kurang lebih 1 bulan. Penelitian ini dilaksanakan pada Kawasan Permukiman di Desa Bontoala Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa.
Desa Bontoala merupakan salah satu dari 16 desa atau kelurahan di Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa. Desa Bontoala adalah desa dengan penduduk terbanyak di Kecamatan Pallangga. Selain itu Desa Bontoala juga terletak tidak jauh dari ibukota Kabupaten Gowa dan ibukota Kecamatan Pallangga sehingga sangat memudahkan untuk masyarakat di Desa Bontoala.
Pemilihan lokasi dan penentuan delineasi kawasan pada penelitian dilihat dari beberapa aspek yaitu seperti kemungkinan masyarakat mendirikan bangunan atau tempat tinggal yang tidak sesuai dengan aturan yang termaktub dalam RTRW Kabupaten, juga kerawanan terjadinya bencana banjir ini akibat luapan sungai atau curah hujan yang tinggi, serta fungsi dari sarana penunjang bagi masyarakat yaitu jalanan.
Dengan mengkaji keselarasan antara fungsi lahan yang diperuntukkan untuk permukiman dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.

Gambar 1. Peta Delineasi Kawasan Lokasi Penelitian
(Sumber : RTRW Kab. Gowa Tahun 2012-2023)


2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data kualitatif dan kuantitatif. Penyusunan kebutuhan data dan informasi merupakan hal terpenting dalam sebuah penelitian lapangan. Sumber data pada penelitian ini meliputi data primer yang diperoleh dari pengalaman lapangan dan hasil setelah dilakukannya survei lapangan diantaranya kondisi eksisting kawasan permukiman di Desa Bontoala meliputi jaringan jalan, jarak perumahan dan pemukiman dari Sungai, Jumlah Bangunan serta Fasilitas yang terdapat pada kawasan permukiman di Desa Bontoala. dan data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait.
Adapun variabel yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Variabel Penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. Metode Deskriptif Kualitatif dan Overlay
Metode ini digunakan untuk menganalisa data dengan menggambarkan keadaan kondisi fisik alam yang terdapat di wilayah penelitian, kemudian mengklasifikasi berdasarkan tujuan yang dicapai. Dalam penelitian ini, analisis kondisi fisik di jelaskan secara analisis deskriptif kualitatif yaitu sebagai berikut:
• Analisis kondisi fisik alam wilayah penelitian, meliputi analisis kepadatan penduduk dan kemiringan lereng, jenis tanah, dan kondisi curah hujan.
• Analisis penggunaan lahan meliputi analisis klasifikasi penggunaan lahan untuk permukiman dan jaringan jalan. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan mengetahui bagaimana keterkaitan antara penggunaan lahan permukiman bantaran sungai dengan kondisi sosial dan kondisi ekonomi padan daerah penelitian.
Metode analisis overlay (superimpose) atau analisis tumpeng tindih peta tematik, peta penggunaan lahan tahun 2021, serta overlay peta hasil analisis kesesuaian lahan dengan peta rencana pola ruang sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten Gowa. Metode analisis ini digunakan untukmelihat sejauh mana kesesuaian kawasan permukiman bantaran sungai dengan peruntukan kawasan permukiman yang ada di dalam RTRW.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Desa Bontoala merupakan salah satu wilayah yang dilalui oleh aliran sungai Jeneberang yang menjadi daerah tengah (Middle Watershed) sungai Jeneberang yang terletak pada 119° 23' 50" BT - 119° 56' 10" BT dan 05° 10' 00" LS - 05° 26' 00" LS dengan panjang sungai utamanya 78.75 km. Di Desa Bontoala panjang sungai ± 1,3 km dan luas Daerah Aliran Sungai ± 0,36 km2.
Bantaran Sungai Jeneberang di Desa Bontoala merupakan Desa yang pemanfaatan ruang kawasan bantaran sungainya beragam, seperti kegiatan perdagangan, permukiman dan lain-lain. Kawasan yang sewaktu-waktu dapat berubah ataupun rusak kelangsungan ekosistem kawasan bantaran sungai Jeneberang serta kemungkinan terjadinya erosi dan sedimentasi yang mampu membahayakan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan tersebut.
Bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala merupakan salah satu dari 3 Kelurahan dan 13 Desa yang ada di Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa. Secara Administratif, bantaran sungai di Desa Bontoala memiliki Batasan sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Desa Taeng
• Sebelah Timur : Kecamatan Somba Opu
• Sebelah Barat : Desa Bontoala
• Sebelah Selatan : Kelurahan Pangkabinanga
Desa Bontoala memiliki luas wilayah 241.805 Ha dan 7,63 Ha untuk kawasan bantaran sungai yang terdiri dari 2 dusun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Table 4. Luas Wilayah Pemanfaatan Lahan Bantaran Sungai
Perdusun Deesa Bontoala Tahun 2023

 

Sumber: Desa Bontoala Dalam Angka 2022 dan Perhitungan Gis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2. Peta Administrasi Desa Bontoala
(Sumber : RTRW Kab. Gowa Tahun 2012-2023)

2. Analisis Deskriptif Kualitatif
Kesesuaian penggunaan lahan bantaran Sungai Jeneberang di Desa Bontoala berdasarkan peraturan zonasi arahan fungsi pemanfaatan lahan bantaran Sungai Jeneberang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 bahwa sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri-kanan palung sungai besar dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/1980 ditetapkan bahwa perlindungan mata air ditetapkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air.
a) Kondisi Fisik
1) Penggunaan Lahan
Melalui perhitungan citra dengan menggunakan GIS dan track GPS di lapangan Tahun 2023, lahan yang terbangun di Desa Bontoala yaitu seluas 152,091 Ha sedangkan penggunaan lahan di kawasan bantaran sungai seluas 7,63 Ha terdiri dari permukiman, perkebunan, persawahan, lahan kosong, perdagangan dan jasa dan lain lain.

 

 

 

 


Sumber : Dokumentasi Penelitian Tahun 2023

 

 

 

 


Tabel 2. Penggunaan Lahan Eksisting di Kawasan Bantaran Sungai
Desa Bontoala Tahun 2023

 

 

 

 

 

 

 

 


Sumber: Hasil perhitungan dan survey lapangan Tahun 2023

Sumber: Desa Bontoala Dalam Angka 2022 dan Perhitungan Gis
Penggunaan lahan di Desa Bontoala didominasi oleh bangunan permukiman dengan luas 89,57 Ha dengan pemanfaatan lahan bantaran sungai 7,63 Ha. Penggunaan lahan untuk permukiman di Desa Bontoala terbilang cukup sesak dan padat akan aktivitas yang ada di kawasan sekitar bantaran sungai Jeneberang. Hal ini dapat dilihat dari munculnya kawasan permukiman di kawasan bantaran sungai termasuk di sekitaran tanggul sungai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Desa Bontoala
(Sumber : RTRW Kab. Gowa Tahun 2012-2023)

 

2) Kemiringan Lereng
Kondisi topografi bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala pada umumnya memiliki relatif permukaan daratan yang seabagian besar berupa dataran yang merata hampir di seluruh wilayahnya di Desa Bontoala dengan ketinggian 0-155 mdpl dan kemiringan lereng 0-15% dari hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa untuk kondisi ruang seperti ini di Desa Bontoala sangat berpotensi untuk pengembangan kegiatan permukiman, perdagangan jasa, industri, dan fasilitas penunjang lainnya


Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Desa Bontoala
(Sumber : RTRW Kab. Gowa Tahun 2012-2023)

3) Jenis Tanah
Bantaran Sungai di Desa Bontoala meliputi jenis tanah di kelurahan/desa yang ada di Kecamatan Pallangga umumnya sama dengan jenis tanah yang ada di beberapa kelurahan/desa yaitu jenis tanah aluvial, grumusol yang terdapat hampir di seluruh wilayah Kecamatan Pallangga. Aluvial merupakan jenis tanah yang terbentuk karena endapan. Daerah endapan terjadi di sungai, danau yang berada di dataran rendah, ataupun cekungan yang memungkin kan terjadinya endapan. Grumusol merupakan tanah ini tersebar di daerah Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Tanah grumusol adalah tanah yang terbentuk dari batuan induk kapur dan tuffa vulkanik yang umumnya bersifat basa sehingga tidak terdapat aktivitas didalam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Peta Jenis Tanah Desa Bontoala
(Sumber : RTRW Kab. Gowa Tahun 2012-2023)


4) Curah Hujan
Iklim suatu wilayah dan kawasan sangat dipengaruhi oleh jumlah curah hujan dan temperatur udara. Berdasarkan dari aspek klimatologi seperti halnya daerah-daerah yang ada di wilayah Kabupaten Gowa, Desa Bontoala beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau antara bulan Maret-November dan musim hujan antara bulan Desember-Februari. Curah hujan antara 2000-3000 mm dengan fluktuasi rata-rata 177 pertahun. Pada musim hujan debit air aliran sungai Jeneberang cukup besar sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat yang bermukim dikawasan sempadan sungai Jeneberang berpotensi mengalami erosi dan banjir.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 5. Peta Curah Hujan Desa Bontoala
(Sumber : RTRW Kab. Gowa Tahun 2012-2023)

 


b) Kondisi Sosial
1) Jumlah Kepadatan Penduduk
Jumlah dan kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu wilayah terutama pemanfaatan ruang pada bantaran sungai. Oleh karena itu jumlah dan tingkat kepadatan penduduk perlu dikaji dalam proses penelitian ini. Dilihat dari jumlah penduduk yang bermukim di kawasan bantaran sungai Desa Bontoala pada tahun 2023 yaitu 36 rumah tangga dengan jumlah penduduk sebanyak 209 jiwa.
2) Tingkat Kepadatan Bangunan
Tingkat kepadatan bangunan berdasarkan rumah tangga di bantaran sungai Desa Bontoala pada tahun 2023 berjumlah 36 kepala keluarga (KK) dari jumlah penduduk desa secara keseluruhan. Dan di sepanjang bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala terdapat 75 bangunan termasuk di dalamnya bangunan hunian maupun non hunian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Tingkat Kepadatan Bangunan Pada
Kawasan Sempadan Sungai Tahun 2023

Sumber: Hasil perhitungan dan survey lapangan Tahun 2023

c) Kondisi Ekonomi
1) Tingkat Pendapatan
Pendapatan masyarakat yang bermukim di sekitar bantaran sungai radius 100 meter dari garis sempadan sungai, diperoleh informasi yang cukup memadai, hal ini dimungkinkan bahwa sebagian besar hasil-hasil pendapatan mereka baik sebagai petani, pemulung, pedagang, maupun sebagai pekerja pada sektor lain adalah cukup memadai. Dalam arti bahwa dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok mereka, responden memiliki sumber-sumber pendapatan yang memadai, hal ini sejalan dengan aktivitas yang memberikan nilai tambah

 

 

 

 


Tabel 4. Tingkat Pendapatan Masyarakat Kawasan Bantaran
Sungai Jeneberang Desa Bontoala Tahun 2023

 

 

 

 


Sumber : Hasil perhitungan Survey lapangan 2023

Berdasarkan hasil survei lapangan rata-rata responden yang diteliti memiliki pendapatan yang relatif, yaitu umumnya berpendapatan dikisaran Rp. 750.000-1.000.000/bulan, hal ini mengisyaratkan bahwa pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdampak langsung dengan kondisi nilai lahan yang semakin meningkat setiap masanya.
2) Status Kepemilikan Lahan
Berdasarkan pengamatan di lapangan mengenai status kepemilikan lahan, ternyata diketahui bahwa status kepemilikan lahan di Desa Bontoala terbagi atas status kepemilikan lahan milik sendiri dan status kepemilikan lahan milik pemerintah. Lahan yang status kepemilikannya milik pemerintah namun didirikan bangunan tempat tinggal tanpa izin membangun merupakan lahan ilegal. Lahan ilegal adalah antara lain kuburan, tempat pembuangan sampah, tanggul dan bantaran sungai, dibalik dinding tembok milik orang lain, sepanjang rel kereta api, di bawah jembatan dan lain-lain.


Tabel 5. Status Kepemilikan Lahan di Kawasan Bantaran Sungai Jeneberang
Desa Bontoala Tahun 2023

 

 

 


Sumber : Hasil Perhitungan Survey Lapangan 2023

Gambar 5. Peta Kawasan Terbangun Desa Bontoala
(Sumber : RTRW Kab. Gowa Tahun 2012-2023)

Berdasarkan hasil survei lapangan, diketahui bahwa penduduk yang bermukim di bagian dalam tanggul sungai dengan radius 100 meter dari pinggir sungai merupakan lahan yang berstatus milik pemerintah. Sedangkan lahan yang berada di sisi luar tanggul yang berjarak 5 meter berstatus lahan milik sendiri. Hal ini dikarenakan Desa Bontoala merupakan daerah yang dekat dari ibukota kabupaten.
3. Analisis Superimpose (Overlay)
Analisis data arahan pemanfaatan ruang ini digunakan dengan alat bantu yaitu: Sistem Informasi Geografis (SIG), dengan teknik overlay, sehingga di dapatkan arahan pemanfaatan ruang dengan mengunakan variabel yang telah di tetapkan. Analisis perhitungan kesusaian lahan fisik daerah bantaran sungai di Desa Bontoala dilakukan berdasarkan pada :
a) Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng di kawasan permukiman bantaran sungai di Desa Bontoala diklasifikasi ke dalam 2 kelas. Luas kelas kemiringan lereng dan nilai skornya dapat dilihat pada tabel.

 


Tabel 6. Kelas, Skor Dan Luas Kemiringan Lereng Wilayah
Bantaran Sungai Desa Bontoala

Sumber : Hasil analisis dan interpolasi peta kontur

b) Jenis Tanah
Jenis tanah pada kawasan permukiman bantaran sungai di Desa Bontoala masuk ke dalam dua kelompok yaitu jenis tanah alluvial, grumusol dengan tingkat kepekaan termasuk ke dalam jenis tidak peka. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan dari tingkat rendah ke tingkat sedang. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel.
Tabel 7. Kelas, Skor Dan Luas Jenis Tanah Wilayah
Bantaran Sungai Desa Bontoala

Sumber : Hasil analisis dan interpolasi peta kontur

c) Curah Hujan
Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya kawasan bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala memiliki intensitas curah hujan rata-rata antara 19,29 s/d 20,16 mm/hari sehingga masuk ke dalam kelas tingkat curah hujan tinggi sebanyak 13,6-20,7 mm/hari dengan nilai skor 20.
d) Hasil Kesesuaian Penggunaan Lahan
Berdasarkan tiga faktor tadi, yaitu kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas curah hujan tersebut kemudian ditumpang susunkan untuk menetukan arahan fungsi kawasan dan kesesuaian lahan. Skor pada masing-masing faktor ini dijumlahkan total untuk kemudian diklasifikasikan. Berikut ini adalah hasil dari overlay dari 3 faktor tersebut.
Tabel 12. Hasil Kesesuaian Lahan Wilayah
Bantaran Sungai Desa Bontoala

Sumber : Hasil analisis dan interpolasi Kesesuaian lahan tahun 2023

 


4. Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Bantaran Sungai
Pada penggunaan ruang kawasan bantaran sungai terjadi banyak perubahan tiap tahunnya di Desa Bontoala Kecamatan Pallangga, itu diakibatkan karena peningkatan penduduk tiap tahunnya, yang sejalan dengan peningkatan kebutuhan tempat tinggal serta fasilitas penunjang aktifitas lainnya, sementara ruang yang tersedia tidak mencukupi sehingga lahan yang ada seperti pertanian dan perkebunan yang dialih fungsikan sebagai daerah terbangun.
Saat ini penduduk di sekitar kawasan bantaran sungai Desa Bontoala menjadi pesat dengan permukiman dan perekonomian. Hal itu disebabkan karena ketersediaan lahan yang memadai dan terjangkau dari pusat kota. Untuk mencegah terjadinya perubahan pemanfaatan ruang yang tidak terkendali, maka diperlukan adanya arahan dalam pemanfaatan ruang bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala.
Konsep pemanfaatan ruang kawasan bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa akan diarahkan untuk penetapan kawasan lindung. Berdasarkan kriteria rencana pola ruang wilayah kabupaten kawasan bantaran sungai menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009 bahwa sempadan sungai ditetapkan sebagai kawasan untuk perlindungan setempat.
Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 tahun 2008 disebutkan bahwa sempadan sungai merupakan bagian dari RTH publik dengan fungsi tertentu. Permasalahan tentang banyaknya hunian yang terbangun terjadi di kawasan bantaran Sungai Jeneberang di Desa Bontoala yang sebetulnya hanya bangunan dengan izin yang diperbolehkan dibangun di bantaran sungai. Dengan adanya bangunan tanpa izin tersebut mengurangi presentasi RTH publik, yang seharusnya mampu dikontribusikan sebagai RTH publik Desa Bontoala yang belum terpenuhi.
Adapun strategi yang ditempuh dalam pemanfaatan ruang kawasan bantaran Sungai Jeneberang Desa Bontoala Kecamatan Pallangga ditempuh sebagai berikut.
a) Menetapkan wilayah Lindung melalui pendekatan zonasi
b) Menyusun arah pengembangan Kawasan Lindung skala Desa yang berwawasan lingkungan dan sumber daya alam
c) Menyusun dan mendefinisikan petunjuk teknis penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Gowa.
Kemudian terdapat beberapa arahan pemanfaatan ruang Kabupaten Gowa yang terfokus agar tidak terjadi kesalahan peruntukan lahan yang berulang pada latar belakang studi berupa arahan, konsep pemanfaatan ruang serta dasar pertimbangan pemanfaatan ruang yang mengacu pada pedoman pengendalian dan pemanfaatan ruang di kawasan bantaran sungai, sebagai berikut.
a. Arahan yang dikembangkan
Adapun arahan yang dikembangkan dalam konsep pemanfaatan ruang sebagaimana yang dimaksud yaitu:
1) Ruang Terbuka Hijau
2) Pengembangan Kawasan Tanggul sebagai jalan penghubung kecamatan bahkan penghubung kabupaten dan kota.
a. Adapun dasar dari pertimbangan arahan yang dikembangkan sebagai berikut:
3) Kawasan bantaran sungai dapat diolah kembangkan menjadi ruang terbuka hijau yang memiliki banyak fungsi seperti kawasan rekreasi dan olahraga bagi masyarakata sekitar.
4) Lingkungan kawasan tepi sungai yang ditata dengan baik sebagaimana fungsinya memiliki nilai tinggi. Membuat ekosistem yang ada di sekitarnya merasa aman dan nyaman.
5) Kekayaan alam pada kawasan tepi sungai sebagai asset penting bagi keberlanjutan hidup masyarakat setempat dalam jangka waktu yang lama.
6) Bantaran tepi sungai yang didominasi tumbuh-tumbuhan berfumgsi sebagai penyaring yang menahan sedimen,nutrient, dan zat pencemar lainnya agar tidak mencemari sungai.
7) Tumbuhan hijau di sempadan sungai dapat menahan erosi, karena system perakarannya yang dapat memperkuat struktur tanah yang membuat sempadan sungai menjadi lebih stabil terhindar dari gerusan tebing yang berkepanjangan.
8) Bersandar pada aturan pemerintah RTRW Kabupaten Gowa serta pemberdayaan Kawasan Lindung menjadi kawasan peruntukan Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) untuk menetukan kawasan berbasis zonasi berupa Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten.
b. Arahan oleh pemerintah daerah Kabupaten Gowa
Adapun arahan oleh pemerintah daerah Kabupaten Gowa dalam konsep pemanfaatan ruang sebagaimana yang dimaksud yaitu: Perumahan dan permukiman berdasarkan kegunaan dan kesesuaian lahan dengan luas 7,63 Ha di kawasan lindung sempadan sungai Jeneberang di Desa Bontoala yang direlokasikan untuk peruntukan sempadannya. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 101 yang membahas tentang pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat.
Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat yang terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang. Pemukiman Kembali wajib dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, lokasi yang akan ditentukan sebagai tempat pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
Adapun dasar pertimbangannya sebagai berikut:
1) Untuk mencegah pertambahan jumlah perumahan dan permukiman dikawasan bantaran sungai setiap tahunnya.
2) Untuk mencegah potensi bencana alam pada kawasan bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala
c. Arahan yang dibatasi
Adapun arahan yang dibatasi dalam konsep pemanfaatan ruang yaitu:
Klasifikasi kawasan lindung di bantaran sungai Jeneberang di Desa Bontoala ditinjau dari fungsinya terdiri atas:
1) Kawasan lindung di bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala dengan luas 7,63 Ha yang dilindungi sebagai resapan air untuk mencegah terjadinya bencana longsor dikarenakan berada pada kemiringan 0-115 MDPL
2) Kawasan perlindungan setempat, terdiri atas,kawasan sempadan sungai dan kawasan RTH publik.
3) Kawasan rawan bencana alam, terdiri atas, kawasan rawan banjir, dan kawasan rawan longsor.
Adapun dasar pertimbangannya sebagai berikut
1) Kriteria kawasan lindung
• Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut 2000 m atau lebih.
• Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan > 40
• Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah resogol, litosol, organosol, renzina dengan lereng lapangan > 15 %
• Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air
• Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kiri dan kanan sungai/aliran air
• Tanah bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa
2) Kriteria Kawasan Perlindungan Setempat
• Kawasan sekitar danau atau waduk; dan ruang terbuka hijau publik
• Kawasan sempadan sungai; garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
d. Arahan yang tidak boleh dibatasi
Adapun arahan yang tidak boleh dibatasi dalam konsep pemanfaatan ruang yaitu:
1) Sistem jaringan transportasi
2) Sistem jaringan energi
3) Sistem jaringan telekomunikasi
4) Sistem jaringan sumber daya air


KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah, pembahasan serta analisis yang telah dilakukan, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi fisiknya dapat dilihat dari penggunaan lahan di kawasan bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala pada tahun 2023 menunjukkan lahan permukiman sebesar 10,42 %, ladang/tegal sebesar 30,58%, rumput sebesar 26,47%, pertanian lahan kering campuran sebesar 0,96%, semak belukar sebesar 26,20%, dan lahan kosong sebesar 3,97%. Perkembangan penggunaan lahan pada kawasan bantaran sungai didominasi oleh bertambahnya jumlah bangunan permukiman diikuti dengan berkurangnya luasan ladang, sawah, pertanian, dan semak belukar. Dengan keanekaragaman hayati yang tumbuh di lingkungan bantaran sungai Jeneberang Desa Bontoala akan memperkuat kualitas tanah sebagai penahan arus air sungai, maka lebih baiknya bantaran sungai ditanami tumbuhan-tumbuhan yang dapat mencegah terjadinya erosi, dapat mengendalikan dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
2. Memberlakukan aturan dan kebijakan pemerintah daerah yaitu menjadikan bantaran sungai desa Bontoala sebagai RTH publik yang berfungsi sebagai green belt (sabuk hijau). Konsep sabuk hijau tersebut didefinisikan sebagai ruang terbuka publik yang dirancang untuk menghubungkan setiap area serta untuk membatasi penggunaan lahan agar tidak mengganggu aktivitas lainnya. Sehingga pada penerapan konsep green belt mendukung fungsi wisata dan rekreasi yang dapat memberikan ketenangan, kesejukan, dan keasrian pada kawasan bantaran sungai.
Penggunaan lahan terbangun pada kawasan bantaran sungai perlu dikonversi menjadi penggunaan RTH publik sebagai bagian penyediaan infrastruktur. Pemukiman kembali wajib dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, serta menetapkan lokasi yang ditentukan untuk pemukiman kembali dengan melibatkan peran masyarakat. Dengan demikian, diharapkan perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman tidak bertambah.
Saran
Adapun beberapa saran yang bermanfaat dan membangun pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat sebagai pemeran utama diharapkan lebih untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dengan sosialisasi terkait ketentuan pemanfaatan ruang publik bantaran sungai dengan pemanfaatan yang ada pada peta hasil penelitian ini.
2. Pemerintah Kabupaten Gowa harus lebih memberi perhatian dan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang publik yang sesuai pada daerah bantaran sungai sehingga tidak terjadi pengalih fungsian lahan yang tidak sesuai dengan kondisi dan ketentuan pemanfaatan lahan, serta dilakukan penertiban secara bertahap pada daerah yang terbangun di kawasan garis sempadan sungai.

DAFTAR PUSTAKA
agus Mubarokah, E. H. (2022). Pengaruh Alih Fungsi Lahan Perkebunan Terhadap Ekosistem Lingkungan. Jurnal Riset Perencanaan Wilayah Dan Kota Unisba, 2.
Arridha, R. Y. (2019). Sistem Informasi Geografi Analisis Overlay. Departemen Geografi, -.
Bidarti, A. (2020). Teori Kependudukan. Bogor: Penerbit Lindan Bestari.
Dewanti, Y. A. (2018). Perubahan Penggunaan Lahan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Di Sekitar Area Panam Kota Pekanbaru. Seminar Nasional Geomatika, 751.
Dewanti, Y. A. (2019). Perubahan Penggunaan Lahan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Di Sekitar Area Panam Kota Pekanbaru. Jurnal Pwk Ugm, 751.
Dr. Bambang S. Pujantiyo, B. M. (2020). Kategori / Klasifikasi Penggunaan Lahan. Semarang: Spanda.Uns.
Fatmawaty. (2015). Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan Berbasis Daya Dukung Lahan Di Kabupaten Majene. Jurnal Majalah Ilmiah Globe, 1.
Firsta R.H., E. Y. (2019). Kajian Penataan Permukiman Tradisional Bantaran Sungai Kapuas Di Kabupaten Sintang. Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019, 242.
Hafis. (2021). Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hilir Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Rumah Di Bantaran Sungai Desa Teluk Nilap Kecamatan Kubu Babussalam. Jom Fakultas Hukum Universitas Riau, 6.
Hendrawan, A. K. (2020). Gambaran Tingkat Pengetahuan Nelayan Gambaran Tingkat Pengetahuan Nelayan. Jurnal Saintara, 29.
Hera Ratnawati, P. N. (2020). Analisis Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Menggunakan Pendekatan Analytical Hierarchy Process. Journal Of Geospatial Information Science And Engineering, 124.
Hidayat, A. (2019). Sumberdaya Lahan Indonesia : Potensi, Permasalahan, Dan Strategi Pemanfaatan. Jurnal Sumberdaya Lahan , 107.
Karyati, N. K. (2020). Iklim Mirkro Tiga Penggunaan Lahan Berbeda Di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Agrifor, 3.
Kautsar, E. (2020). Analisis Satuan Kemampuan Lahan Untuk Pengembangan Kawasan Pariwisata Di Kabupaten Tabalong. Jurnal Pwk Undip, 20.
Kiswari, M. D. (2020). Strategi Pengembangan Rumah Tinggal Nelayan Sebagai Respon Terhadap Rob Studi Kasus : Tambak Lorok, Semarang. 9-10.
Kowal, R. R. (2019). Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kecamatan Luwuk Selatan, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Spasial, 659.
Listiyawati, H. (2015). Kegagalan Pengendalian Alih Fungsi Tanah Dalam Dalam Perspektif Penatagunaan Tanah Di Indonesia . 39.
Mokodongan, B. K. (2014). Identifikasi Pemanfaatan Kawasan Bantaran Sungai Dayanan Di Kotamobagu. Jurnal Pwk Sam Ratulangi, 276.
Muhamad Afif Akbar, S. R. (2022). Simulasi Pengukuran Longsor Pada Kemiringan Lereng Dan Ketebalan Seresah Yang Berbeda. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, 321.
Muhammad Annis Wichi Luthfina, B. S. (2019). Analisis Kesesuaian Penggunaan Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010-2030 Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Pati. Jurnal Geodesi Undip, 74.
Oktarina, V. V. (2018). Pengaruh Infrastruktur Jalan Dalam Menunjang Pengembangan Potensi Kabupaten Bengkayang. 7.
Paradise, M. (2023). Dampak Sosial, Ekonomi, Dan Lingkungan Pada Penambangan Emas Skala Kecil Di Kulonprogo. Jurnal Inovasi Pertambangan, 2.
Patawari. (2020). Implementasi Penyediaan Fasilitas Umum Fasislitas Sosial Dalam Rangka Pembangunan Perumahan Di Kawasan Pemukiman. Jurnal Petitum, 81.
Pramudianto, S. (2019). Studi Model Rancangan Hunian Vertikal Berdasarkan Bentuk Interaksi Warga Di Bantaran Sungai Winogo Yogyakarta. Journal Unwira, 149.
Putri Indah Sari Mokodompit, J. I. (2019). Perubahan Lahan Pertanian Basah Di Kota Kotamobagu. Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 792.
Rahmawati, A. (2018). Aplikasi Swot Di Kawasan Permukiman Kumuh (Kelurahan Biring Romang). Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia, 42.
Rapa, M. T. (2019). Strategi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman Dan Pertanahan Kabupaten Mamasa Dalam Penataan Pemukiman Kumuh Di Kelurahan Mamasa. Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi, 184.
Rasdiana, A. (2021). Mitigasi Dan Adaptasi Bencana Banjir Di Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa. Jurnal Pwk Unibos, 14.
Risnawati, K. (2020). Analisis Mitigasi Permukiman Kumuh Di Sekitar Sungai Je'neberang Kelurahan Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Pwk Uinam, 198-197.
Satria, M. (2013). Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Semarang Bagian Selatan. Jurnal Teknik Pwk Volume 2 Nomor 1 2013, 161.
Sukarman, A. M. (2018). Modifikasi Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan Berorientasi Perubahan Iklim. Jurnal Sumber Daya Alam, 1-2.
Wahyu Hidayat, E. R. (2015). Dampak Pertambangan Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Dan Kesesuaian Peruntukan Ruang (Studi Kasus Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan). Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, 130.
Widodo, W. (2019). Pola Perkembangan Perumahan Di Kota Surakarta. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota, 289.
Yuniarman, K. D. (2017). Revitalisasi Bangunan Tua Kota Tua Ampenan Sebagai Kawasan Heritage Di Kelurahan Ampenan Tengah Kota Mataram. Jurnal Planoearth, 33.
Zaenuddin, M. (2021). Kajian Karakteristik Tata Guna Lahan Dan Harga Tanah Pada Kawasan Perdagangan Di Kecamatan Muntilan. Teknik Pwk, 291.
Zidane, I. (2020). Analisis Sempadan Sungai Ciliwung, Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan Sebagai Ruang Terbuka Hijau. Kocenin Serial Konferens, 1.

 

Published
2024-08-16
Section
Artikel
Abstract viewed = 279 times