Maqamat Makrifat Hasan Al Basri dan Algazali
Abstract
Kehidupan di Dunia adalah kesenangan maka seharusnya semua orang menjadikan dunia adalah negeri tempat beramal. Barangsiapa yang bertemu dengan dunia dalam rasa benci kepadanya atau zuhud, akan berbahagialah dia dan beroleh faedah dalam persahabatan itu. Tetapi barangsiapa yang tinggal dalam dunia, lalu hatinya rindu dan perasaannya tersangkut kepadanya, akhirnya dia akan sengsara. Dia akan terbawa kepada suatu masa yang tidak dapat tertahankan deritanya. Tafakur membawa kita kepada kebaikan dan berusaha mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat membawa kepada meninggalkan kejahatan itu. Barang yang fana walau bagaimanapun banyaknya, tidaklah dapat menyamai barang yang baqa (kekal), walaupun sedikit. Awasilah dirimu dari dunia yang cepat datang dan cepat pergi ini, dan yang penuh dengan tipuan. Menurut Hasan al-Basri, zuhud adalah, "memerlakukan dunia ini hanya sebagai jembatan yang hanya sekedar untuk dilalui dan sama sekali tidak membangun apa-apa di atasnya.” Konsep dasar pendirian tasawuf Hasan al-Basri adalah zuhud terhadap dunia, menolak kemegahannya, semata menuju kepadaAllah, tawakal, khauf, dan raja', semuanya tidaklah terpisah. Jangan hanya takut kepada Allah, tetapi ikutilah ketakutan itu dengan pengharapan. Takut akan murka-Nya, tetapi mengharap karunia-Nya. Bagi Al-Ghazali rasio manusia tidak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedang hati (qalb) bisa mengetahui hakikat segala sesuatu dan mampu mengetahui rahasia Tuhan. Ketika qalbu bersih di waktu itulah Tuhan menurunkan cahaya-Nya kepada seorang sufi, sehingga yang dilihatnya hanyalah Tuhan dan disinilah menunjukkan bahwa seseorang telah sampai ketingkat ma;rifah. Ma’rifah serupa ini diakui oleh ahli sunnah yang menyebabkan tasawuf diterima bagi kaum syariat, yang sebelumnya ditentang oleh mereka karena telah menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam
Downloads
References
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Cet. XII; Jakarta: PT Bulan Bintang, 2010(, h. 43.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI-Press, 1985), h. 71.
Ibid, h. 36.
Harun Nasution, op, cit., h. 74.
Muhammad Sholikhin, Tasawuf Aktual Menuju Insan Kamil (Cet. I; Semarang: Pustaka Nuun, 2004), h. 57.
Ummu Kalsum Yunus, Ilmu Tasawuf( Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2011), h. 58.
Ibid., h. 60.
Muhammad Room, Implementasi Nilai- nilaiTasawuf dalam Pendidikan Islam, ( Cet.III; Makassar: YAPMA Makasar, 2010), h. 115.
Ummu Kalsum Yunus, op. cit., h. 61.
Uraian lebih lanjut lihat, Abual-Wafa al-Ganimi al- Taftazani, Madkhal Ila al-Tasawwuf al-Islamiy (Kairo: Dar al-Tsaqafat wa al-Tawzi', 1983 ), h. 80-82.
M. Ainul Abied, Islam Garda Depan, Mosaik Islam Timur Tengah, (Bandung: Mizan, 2001) h. 218.
Ahmad Bahjat, Bihar Al-Hubb Pledoi Kaum Sufi, Diterjemahkan oleh Hasan Abrori dari judul aslinya, Bihar Al-Hub ‘Inda Al-Sufiyyah, (Surabya: Pustaka Progressif 1997), h. 160.
M. Ainul Abied, Islam Garda Depan, Mosaik Islam Timur Tengah, (Bandung: Mizan, 2001) h. 218.
Syukur Amin, Zuhud Di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 65
A.J. Arberry, Pasang Surut Aliran Tasawuf, (Bandung: Mizan, 1985), h. 36
Abd al-Hakim Hasan, Al-Tasawwuf Fi Syi’ri Al-‘Arabi, (Mesir: Anjalu Al-Misriyah,1954),h. 38
Rivay Siregar, Tasawuf, Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1999), h. 17
Hamka, Tasauf, Perkembangan Dan Pemurniannya, (Jakarta:PT Pustaka Panjimas, 1994), h. 71.
Abd al-Hakim Hasan, Al-Tasawwuf Fi Syi’ri Al-‘Arabi, (Mesir: Anjalu Al-Misriyah,1954),h. 38
Hamka, Tasawuf, Perkembangan Dan Pemurniannya, (Jakarta:PT Pustaka Panjimas, 1994), h. 71-72.
Muhammad Amin Farsyakh, Mansurah Abakira al-Islam, (Cet. I; Beirut: Dar al-Fikri, 1992), h. 109.
Abu Hamid Al-Gazaki, Mutiara Ihya Ulum ad-Din, (Cet. II; Bandung: Mizan), h. 9.
Abu al-Wafa al-Taftazanny, Mudharat Fi al-Tasauf al-Islamiy, (Cet.I; Kairo: Dar al-Aukafal Araby, 1980), h. 118-119.
Mustofa, Filsafat Islam, (Cet. IV; Bandung : Pustaka Setia, 1997), h. 215-216.
Mustofa, Op.Cit., h. 224.
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), h. 31-32.
Sayyid Ahmad Abdul Fattah, Tasawuf Antara al-Gazali dan Ibnu Taimiyah,(Jakarta : Khalifah, 2005),h. 96-107.
Mustofa, Op.Cit,. h. 226.
Ahmad Hanafi, Op.Cit,. h. 139-140.
Mustofa, OP.Cit., h. 227.
Margareth Smith, Al-Ghazali The Mystic, Terjemahan : Amrouni, Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghazali, (Cet. I; Jakarta : Riora Cipta, 2000), h. 41.
Harun Nasution, Op. Cit., h. 62.
Abu al-Wafa al-Taftazanny, Op. Cit..
Harun Nasution, Op. Cit., h. 78.
Sayyid Ahmad Abdul Fattah, Op.Cit., h. 156-157.
Muniron, Pandangan Al-Ghazali Tentang Ittihad dan Hulul, Jurnal Paramadina, Vol.I, No.2, 1999.