AKHLAK ISLAM MENURUT IBNU MISKAWAIH
Abstract
Islam mengatur bagaimana berakhlak antara manusia dengan Sang Maha Pencipta, akhlak terhadap Rasulullah Saw. Sebagai pencetus doktrin akhlak. Akhlak terhadap orang tua (ibu bapak), akhlak terhadap guru, akhlak terhadap ulama,akhlak terhadap sesama manusia, akhlak bertetangga, akhlak bernegara, dan berbangsa, intinya, diseluruh aspek kehidupan di dunia ini ada tata cara bagaimana seharusnya berinteraksi dan bermuamalah baik dengan Allah maupun dengan sesama makhluk ciptaan Allah. Di sinilah letaknya kelebihan risalah Islam yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad Saw.
Akhlak, Etika dalam Islam menurut Ibnu Miskawaih adalah “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu). Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali Yaitu “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran ( lebih dahulu ). Tidak sedikit timbul dalam fikian kita, soal ini; Dapatkah Etika itu menciptakan kita menjadi orang baik-baik ?. Jawabannya ialah : Etika itu tidak dapat menjadikan semua manusia baik ; akan tetapi dapat membuka matanya untuk melihat baik dan buruk, maka Etika tidak berguna bagi kita, kalau kita tidak mempunyai kehendak untuk menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Tujuan Etika diketahui bukan hanya untuk mengetahui pandangan (theory), bahkan dari setengah dari tujuan-tujuannya, ialah dapat mempengaruhi dan mendorong kehendak manusia untuk berbuat, supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan hidupnya, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Maka Etika itu ialah mendorong kehendak manusia agar dapat berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan yang buruk, akan tetapi ia tidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh kesucian manusia.Maka singkatnya bahwa pokok persoalan Etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja, dan ia mengetahui waktu melakukannya apa yang ia perbuat. Inilah yang dapat kita beri hukum “baik dan Buruk”, demikian juga segala perbuatan yang timbul tidak dengan kehendak, tetapi dapat diikhtiarkan penjagaan sewaktu sadar.
Downloads
References
Kementerian Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya. Semarang: Karya Putra, 2002.
Amin, Ahmad. Etika, Ilmu Akhlak. Cet,VII. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
___________, Kitab Akhlak, Cet, April.Pen.Quntum Media, 2012.
Aisyah, St. antara Akhlak Etika dan Moral. Makassar: Alauddin University Press, 2014.
Al-Ghazali,Imam. Ihya’ Ulum al-Din. Jilid 3; Kairo: al-Maktab al-Husain, t.th.
Damanhuri, Akhlak Tasawuf. Aceh: Yayasan Pena Banda Aceh, 2010.
Fauzan, Abdullah. Kitab Tauhid. Cet. III. Terj. oleh Ainul Haris Arifin.Jakarta: Darul Haq, 1999.
Ilyas Yunahar, Kuliah Akhlak, Cet, IV. Pustaka Pelajar Offset. 2001
Mahmud, Akilah. “Akhlak terhadap Allah dan Rasulullah”, Sulesana 11, no. 2 (2017): h. 64.
Mahmuddin, Dimensi-Dimensi Tasawuf dalam Islam: Renungan terhadap Masalah Modernisasi. Makassar: Alauddin University Press, 2014.
Mannan, Audah. ”Esensi Tasawuf Akhlaki di Era Modernisasi” Jurnal Aqidahta 4, no. 1. (2018 ): h. 38.
Miskawaih,Ibnu . Tahdzib al-Akhlaq dalam C.K Zurayk. Beirut: American University of Beirut: 1966.
Mustofa, Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Muthahhari, Murtadha. Falsafah Akhlak, Cet.I. Pen. Intisyarat Shadr,Tehran,2012.
Nasaruddin, Ciri Manusia Sempurna. Depok: Rajapers, 2015.
Nata,Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, edisi revisi. cet. XIV; Depok: Raja Grafindo Persada, 2015.