PERUMAHAN PERMUKIMAN DI BANTARAN SUNGAI WALANNAE YANG ADAPTIF DENGAN LINGKUNGAN KEBENCANAAN

  • Syarif Beddu Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
    (ID)
  • Ananto Yudono Jurusan PWK, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
    (ID)
  • Afifah Harisah Jurusan PWK, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
    (ID)
  • Mochsen Sir Jurusan PWK, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
    (ID)

Abstract

Perumahan dan permukiman yang telah dibangun dan dihuni oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, mencitrakan kesan kesederhanaan dan tampilan arsitektur rakyat. Bermukim dan bekerja adalah aktivitas yang dilakukan setiap hari untuk  menghidupi keluarga mereka.Terkadang areal perumahan dan pemukimannya dibangun pada lahan yang tidak selayaknya ia membangun, sehingga ancaman bencana alam selalu saja mengintai. Hal ini terjadi pada masyarakat Desa Lompulle Kabupaten Soppeng, yang mendirikan rumah panggung kayu sepanjang bantaran Sungai Walannae, dan juga masyarakat Kelurahan Salomenraleng Kabupaten Wajo,Sulawesi Selatan, yang mendirikan rumah panggung kayu pada pinggiran Sungai Walannae. Adapun tujuan penelitian ini adalah mencari solusi cara menyikapi banjir tergenang, berupa mitigasi bencana struktural, dengan cara rekayasa pada teknis bangunan. Kemampuan merancang bangunan yang secara teknis-teknologis mampu mengatasi kondisi alam  dan suasana air menggenang. Metode penelitian secara fenomenologis dianggap sesuai, karena lebih banyak mengamati fenomena alam dan dampaknya terhadap infrastruktur serta permukiman mereka.Hasil yang didapatkan adalah masyarakat pada Desa Lompulle dan Kelurahan Salomenraleng, cukup tanggap dan taktis menyikapi genangan banjir akibat meluapnya Sungai Walannae. Yaitu bangunan panggung kayu mereka didesain kembali (redesain) berdasarkan nalar cerdasnya menjadi bangunan yang berlanggam “neovernakular”. Berupa bangunan berpanggung dengan material non kayu (menggunakan beton bertulang), namun penampilan arsitekturalnya tetap mencerminkan bangunan berpanggung. Cara ini cukup signifikan diaplikasikan pada lahan yang selalu lembab dan berair, karena bagian konstruksi utama (kolom dan balok) berbahan beton sehingga adaptatif terhadap lingkungan kebencanaan. Kolom ditanam ke dalam tanah dengan pondasi telapak (pondasi poer), yang mampu menahan beban rumah dan beban arus air yang tergenang.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Bungin, B. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologi ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Darmawan, E., & Purwanto, E. (2009). Percikan Pemikiran Para Begawan Arsitek Indonesia Menghadapi Tantangan Globalisasi. Bandung: PT. Alumni.

Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008, Tentang Penyelenggaraan Pananggulangan Bencana.

Pelras, C. (2006). Manusia Bugis. Jakarta : Nalar bekerjasama dengan Forum Jakarta Paris EFEO.

Robinson, K. (2005). Tradisi Membangun Rumah di Sulawesi Selatan (Tapak Tapak Waktu Kebudayaan Sejarah dan Kehidupan di Sulawesi Selatan). Makassar: Ininnawa.

Siregar, L. G. (2005). Mengungkap Subjetivitas Fenomena. Jakarta: UI Press.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, Tentang Penanggulangan Bencana.

Published
2017-04-03
How to Cite
Beddu, S., Yudono, A., Harisah, A., & Sir, M. (2017). PERUMAHAN PERMUKIMAN DI BANTARAN SUNGAI WALANNAE YANG ADAPTIF DENGAN LINGKUNGAN KEBENCANAAN. Plano Madani : Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, 6(1), 85-96. https://doi.org/10.24252/jpm.v6i1.2676
Section
ARTICLES
Abstract viewed = 940 times