Ritual Tahunan Masyarakat Hindu Tolotang di Perrinyameng Kelurahan Amparita Kabupaten Sidenreng Rappang
Abstract
Ritual tahunan Bugis Tolotang Towani, di Perrinyameng Kabupaten Sidenreng Rappang adalah berkumpulnya masyarakat Bugis Tolotang, melaksanakan salah satu ibadah yang dilasanakan sekali dalam setahun pada bulan Januari selain sebagai amanah yang telah disampaikan untuk mensiarahi leluhur I Pabbere setiap tahunnya, juga sebagai ajang silaturrahmi, karena pada kesempatan seperti inilah orang-orang Bugis Tolotang Towani berkumpul yang berasal dari berbagai daerah, ada yang datang dari luar propinsi Sulawesi Selatan, seperti Kalimantan, Sumatra dan Jakarta datang untuk bersilaturrahmi. Tuhan dalam Masyarakat Bugis Tolotang Towani menyebutnya Dēwata Sēuwaē (Tuhan Yang Maha Esa) dan juga bergelar Patotoe (Yang Menentukan Nasib Manusia). Dēwata Sēuwaē adalah penguasa tertinggi yang melebihi kekuasaan manusia, menciptakan alam dan isinya, dan merupakan tujuan penyembahan terakhir. Eksistensi Tuhan masyarakat Bugis Tolotang pertama kali diterima oleh seorang yang bernama La Panaungi. Persembahan kepada Dēwata Sēuwaē dilakukan dengan berbagai cara, antara lain adanya yang disebut Molalaleng yang berarti menjalankan kewajiban kepada Dēwata Sēuwaē, yang meliputi: (1) Mappaēnrē Inanrē, mempersembahkan nasi atau makanan lengkap dengan lauk pauk dan disertai dengan daun sirih ke rumah Uwa. (2) Tudang Sipulung, duduk secara mengumpul atau duduk bersama melakukan ritual keagamaan dan memohon keselamatan kepada Dewata Seuwae. (3) Sipulung, berkumpul sekali setahun untuk melaksanakan ritus tertentu di pekuburan nenek moyang. Biasanya dilakukan sesudah panen sawah tadah hujan. Nilai budaya yang ada pada ritual tahunan ini adalah nilai kejujuran yaitu jujur pada Dewata Seuwae, jujur pada sesama dan jujur pada diri sendiri. nilai sirik na passe (Kehormatan), nilai persatuan dan gotong royong.
Ritual tahunan Bugis Tolotang Towani, di Perrinyameng Kabupaten Sidenreng Rappang adalah berkumpulnya masyarakat Bugis Tolotang, melaksanakan salah satu ibadah yang dilasanakan sekali dalam setahun pada bulan Januari selain sebagai amanah yang telah disampaikan untuk mensiarahi leluhur I Pabbere setiap tahunnya, juga sebagai ajang silaturrahmi, karena pada kesempatan seperti inilah orang-orang Bugis Tolotang Towani berkumpul yang berasal dari berbagai daerah, ada yang datang dari luar propinsi Sulawesi Selatan, seperti Kalimantan, Sumatra dan Jakarta datang untuk bersilaturrahmi. Tuhan dalam Masyarakat Bugis Tolotang Towani menyebutnya Dēwata Sēuwaē (Tuhan Yang Maha Esa) dan juga bergelar Patotoe (Yang Menentukan Nasib Manusia). Dēwata Sēuwaē adalah penguasa tertinggi yang melebihi kekuasaan manusia, menciptakan alam dan isinya, dan merupakan tujuan penyembahan terakhir. Eksistensi Tuhan masyarakat Bugis Tolotang pertama kali diterima oleh seorang yang bernama La Panaungi. Persembahan kepada Dēwata Sēuwaē dilakukan dengan berbagai cara, antara lain adanya yang disebut Molalaleng yang berarti menjalankan kewajiban kepada Dēwata Sēuwaē, yang meliputi: (1) Mappaēnrē Inanrē, mempersembahkan nasi atau makanan lengkap dengan lauk pauk dan disertai dengan daun sirih ke rumah Uwa. (2) Tudang Sipulung, duduk secara mengumpul atau duduk bersama melakukan ritual keagamaan dan memohon keselamatan kepada Dewata Seuwae. (3) Sipulung, berkumpul sekali setahun untuk melaksanakan ritus tertentu di pekuburan nenek moyang. Biasanya dilakukan sesudah panen sawah tadah hujan. Nilai budaya yang ada pada ritual tahunan ini adalah nilai kejujuran yaitu jujur pada Dewata Seuwae, jujur pada sesama dan jujur pada diri sendiri. nilai sirik na passe (Kehormatan), nilai persatuan dan gotong royong.
Downloads
References
Abbas,Zainal. Perkembangan Pemikiran Terhadap Agama. Jakarta: Pustaka Al Husna, 1984.
Asmani, Jamal Mamur Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Disekolah. Yogyakarta: Diva press, 2012.
Ghazali,Al., Ihya‟ Ulumuddin, asy-Syifa‟, Semarang, 1991
https://id.wikipedia.org/wiki/Ritual
Kern, R.A. I Lagaligo, cerita Bugis kuno Terj. La Side dan Sagimun M.D. Yokyakarta: Gajamada Press, 1987
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rinka Cipta, 1999.
Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Mattulada, Latoa, Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, Jakarta: Universitas Indinesia, 1975.
Mudzar, Atho. Mesjid dan Bakul Keramat, dalam Mukhlis dan Kathryn Robinson, eds., Agama dan Realitas Sosial, Makassar: Lembaga Penerbitan Unhas, 1985.
Nirwana, A. Perkemangan Kepercayaan di Sulawesi Selatan, Makassar: Alauddin Presss, 2013.
Purba dan Pasaribu, Musik Populer, Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, 2006.
Rahardjo, M. Dawam. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Soisal. Jakarta: LP3ES 1999.
Saifuddin, Achmad Fedyani. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta:Kencana Prenedia Media Group, 2006.
Sumardi, ed.. Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran. Jakarta: Sinar Harapan 1982.
Timm Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.web.id/ritual 2008.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Zainuddin, Hakim. Pappasang dan Paruntuk Kana dalam Sastra Klasik Makassar Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. 1992.