‘SINDROM GILA BELANJA’, DAN PEMELIHARAAN STATUS SOSIAL: Tantangan Dakwah di Tengah Konsumsi Kompetitif Di Kota

  • Muhammad Ridha Jurusan Sosiologi Pascasarjana UGM Yogyakarta
    (ID)

Abstract

Abstract; Konsumsi yang berubah menjadi sirkuit konsumsi yang berputar membesar tanpa kesudahan inilah gambaran masyarakat kapitalisme mutakhir. Konsumsi ibarat sebuah kompetisi untuk ‘mengkonsumsi’. Dalam lingkup sosial masyarakat yang lebih kecil, masyarakat seringkali dipicu untuk mengkonsumsi sesuatu karena ada konsumsi ofensif yang bisa menyebabkan keamanan sosialnya terancam. Motif ini juga didorong secara massif oleh media. Iklan diklaim menciptakan konsumsi kompetitif dengan menstimulasi rasa iri atau dengan mendorong kecemasan tak sehat soal status sosial. Pencarian status sosial dianggap sebagai kebutuhan artifisial lainnya, yang ditanamkan dalam diri konsumen oleh sistem. Akhirnya konsumen menjadi terjebak pada pola konsumsi yang didesain oleh struktur media, kebijakan, desain tata kota, keberlimpahan barang konsumsi- ini. Konsumsi semakin menyebar menjadi perilaku sosial yang seolah-olah normal. ‘Apalagi, banyak konsumsi defensif tak ada kaitannya dengan status. Kerap kali kita terpaksa masuk ke dalam konsumsi kompetitif untuk membela diri dari gangguan yang timbul akibat konsumsi orang lain. Konsumsi ini telah menjadi budaya massa. Nyaris tidak lagi memilih kelas sosial dengan kuantitas pendapatan sebesar apa sehingga dikategorikan layak mempraktekkan konsumerisme. Karena realitas konsumsi ini sudah merata di setiap kelas sosial mestinya ini sudah menghasilkan perputaran kapital yang menyebabkan kesejahteraan dan pemerataan keuntungan seperti pengandaian kapitalisme tentang tricle dawn effect. Pada ujungnya kekayaan ini akan dijadikan alat ekspresi demi sebuah status ‘rasa hormat’ dan ‘penghargaan’ tersebut. Kata Kunci: Konsumsi, Konsumsi Kompetitif, Mencapai Tingkatan, Status Sosial Consumption transformed into consumption circuits rotating enlarged without consummation of this picture advanced capitalist society. Consumption is like a competition to 'consume'. In the social sphere smaller communities, people are often driven to consume anything because no offensive consumption can lead to social security is threatened. This motif is also driven by the massive media. Advertising claimed create competitive consumption by stimulating envy or by encouraging unhealthy anxiety about social status. Search social status are considered as other artificial needs, which instilled in the consumer by the system. Finally, consumers became trapped in the consumption patterns designed by the structure of the media, policy, urban design, this abundance-consumption goods. Consumption increasingly spread into the social behavior that seems normal. 'Moreover, a lot of defensive consumption has nothing to do with status. Many times we are forced to enter into competitive consumption to defend themselves from disruption caused by the consumption of others. This consumption has become a mass culture. Almost no longer choose social class with an income of any quantity that is categorized worth practicing consumerism. Because of the reality of this consumption has been uneven in every social class should have already resulted in capital turnover that led to the welfare and equity gains as capitalism presuppositions about tricle dawn effect. At the end of this wealth will be used as a means of expression for the sake of a status of 'respect' and 'reward' is. Keywords : Consumption , Consumption Competitive , Achieving Class , Social Status
How to Cite
Ridha, M. (1). ‘SINDROM GILA BELANJA’, DAN PEMELIHARAAN STATUS SOSIAL: Tantangan Dakwah di Tengah Konsumsi Kompetitif Di Kota. Jurnal Dakwah Tabligh, 14(2), 251-258. https://doi.org/10.24252/jdt.v14i2.332
Section
Vol. 14. No. 2, Desember 2013
Abstract viewed = 312 times