”Bissu” Bukan Waria (Studi Atas Hadis-Hadis Tentang Khuntsa)
Abstract
Bissu adalah salah satu jenis kelompok manusia di kebudayaan bugis makassar yang secara kebudayaan pernah menempati posisi sakral, sebab menjadi perantara spiritualitas kekuatan doa dari masyarakat kepada para dewa di langit. Bissu dianggap sebagai manusia yang suci karena hidupnya terhindarkan dari pengaruh hawa nafsu duniawi. Namun secara gender, bissu mengalami guncangan terutama dari sudut pandang agama, yang tidak menerima kehadiran bissu secara gender. Sebab bissu identik dengan kaum waria atau bencong, dimana sebenaranya mereka adalah laki-laki namun bertingkah laku seperti perempuan. Tulisan ini akan mengkaji bagaimana ajaran Islam dengan kekayaan narasi hadisnya, kemudian membangun cara pandang terhadap persoalan bissu ini. Dalam kajian hadis, bissu masuk dalam debat istilah khuntsa dan mukhannits dalam teks-teks hadis, yang sebagian besar muaranya sampai kepada kesimpulan hukum, bahwa bissu disamakan dengan waria yakni mukhannitsun. Selanjutnya berakibat kepada hukum fiqih yang memandang bissu sebagai sesuatu yang “haram”. Jikalaupun misalnya akhirnya diharamkan, namun kebudayaan bissu harus tetap dilihat secara fakta bahwa dalam perjalanan sejarah kebudayaan bugis makassar, bissu sangat berbeda jauh dengan fenomena waria atau semisalnya. Oleh karena itu bissu dalam hal ini tentu akan dipandang dari arah pandangan sosial-hukum serta filosofi yang berbeda dengan waria. Posisi bissu dalam beberapa hal sama dengan khuntsa, yang secara orientasi sosial-keberagamaannya bukan sebagai sebagai penyakit sosial, tetapi malahan memiliki citra yang positif, sebagai khazanah kebudayaan dan spiritualitas dalam kebudayaan masyarakat bugis makassar. Dalam beberapa hadis nabi, ditunjukkan bahwa umat muslim seharusnya memiliki sifat yang arif kepada kaum khuntsa, yang dianggap sebagai sekedar kelainan secara biologis, bukan sebagai penyakit sosial, seksual maupun spiritual.References
Al-Fayumi, al-Misbah al Munir Kairo: Daar al-Hadist, 2003
Andaya. Warisan Arung Palakka. Makassar: Penerbit Ininnawa, 2006
Cristian Pelras, Manusia Bugis, terj. Anton Jakarta: Nalar, 2006
Dja’far Abd.Muchit, “Problema Hukum Waria (Khuntsa) dan Operasi Kelamin”, sebuah makalah. Dalam seminar
Edward Poelinggomang, Perubahan Politik dan Hubungan Kekuasaan Mkassar 1906-1942 Yogyakarta: Ombak, 2004
Lathief, Halilintar. Bissu; Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis, (Jakarta: Desantara, 2004
Nasaruddin, Anregurutta Ambo Dalle Maha Guru dari Bumi Bugis Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa Adilatuhu