Pengelolaan Muallaf dan Problematikanya di Kota Palu

  • Saprillah Saprillah Balain Penelitian dan Lektur Keagamaan Makassar
    (ID)

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan pengelolaan muallaf dan segala problematikanya yang dilakukan secara sukarela oleh seorang relawan. Data dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan terhadap aktivitas keseharian pembinaan muallaf, termasuk aktivitas para muallaf yang terkait dengan keagamaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pembinaan muallaf bersifat eksperimental dan learning by doing. Pembinaan menggunakan dua cara, sistematis (non-formal), dan kultural. Cara yang sistematis digunakan untuk pembinaan terhadap anak-anak, sedangkan cara kultural diterapkan kepada muallaf dewasa. Problem pembinaan antara lain; 1). Kemiskinan yang berimplikasi pada minat belajar yang sangat rendah dan rasa inferior, 2). Sifat mereka yang senang berkelompok mempengaruhi kelancaran pembinaan. 3) Kedatangan “orang-orang baru” secara periodik mengganggu sistem pembinaan, 4). Pembinaan kurang terorganisir dan mengandalkan kemampuan seorang pembina saja, 5). Kemampuan pembina yang relatif kurang memadai untuk melakukan pembinaan yang lebih sistematik. 

References

Bahtiar, Fariz Andi. 2010, Pembinaan Muallaf Belum Terstruktur. islamkitasemua.wordpress.com

Departemen Agama RI. 2009. Rencana Strategi Departemen Agama 2010-2014.

Effendi, Bachtiar. 2000. Islam dan Negara. Jakarta: Paramadina.

Jamil, M. Mukhsin, dkk. 2008. Nalar Islam Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU. Cirebon; Fahmina Institute.

Ridjal, Tadjoer. 2004, ”Metode Bricolage dalam Penelitian Sosial” dalam Burhan Bungin (Ed)< Metodologi Penelitian Kualitatif .Jakarta: Raja Grafindo, Cet-III.

Saprillah. 2009. Dakwah di Daerah Terpencil. Laporan Penelitian Balai Litbang Agama Makassar

Spradley, James P.1997, Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana

Sudikan, Setya Yuwana. 2004, “Ragam Metode Pengumpulan data: Mengulas Kembali Pengamatan, Wawancara, Analisis Life History, Analisis Folklor” dalam Burhan Bungin (Ed) Metodologi Penelitian Kuantitatif . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet-III.

Tim Peneliti Kehidupan 2010. Penyelenggaraan Kepenyuluhan di Kawasan Timur Indonesia. Balai Litbang Agama Makassar.

Endnotes

Saprillah. 2010. Dakwah di Daerah Terpencil. Laporan Penelitian Balai Litbang Agama Makassar.

Republika Online. Pertumbuhan Muallaf di Indonesia.

Lihat lebih jauh Bachtiar Effendi. 2000. Islam dan Negara. Jakarta: Paramadina.

Wawancara Ust. Fajrin (pembina muallaf), tanggal 10 dan 14 Juli 2012, di Pengawu, Palu

Wawancara Ust. Fajrin.

Wawancara dengan H. Yahya Syakur (Imam Kelurahan Pengawu), tanggal 14 Juli 2012 di Kelurahan Pengawu. Meski demikian, mereka masih menggunakan nama-nama lokal dalam pergaulan sehari-hari, khususnya yang sudah tua. Sedangkan yang masih muda atau generasi yang lahir setelah mereka tinggal di situ tidak lagi menggunakan nama lokal.

Menurut Fadel (Timo), salah seorang muallaf, sebelum pindah ke Pengawu beberapa diantara mereka sudah diislamkan oleh H. Hasan di Kelurahan Boyage, termasuk dirinya. (Wawancara dengan Fadel, tanggal 12 Juli 2012). Fadel berprofesi sebagai tukang ojek.

Wawancara Hi. Thahir A, Pimpinan Yayasan Al-Hidayah, tanggal 16 Juli 2012

Sudah menjadi kebiasaan warga Suku Daa, setiap menjelang bulan ramadhan selalu ada warga baru yang datang untuk mengais rezeki. Wawancara dengan Ust. Fajrin, Yahya Syakur, Hi. Thahir, dan Fadel. Hal ini juga diperkuat dengan pengamatan peneliti.

Sumber data, Papan Potensi Kantor KUA Kec. Pengawu Selatan, tahun 2012

Wawancara dengan Ustad Fajrin.

Wawancara dengan H. Karman Karim (Donatur Mullaf) di Kompleks Mall Tatura, Palu tanggal 11 Juli 2012.

Wawancara dengan H. Karman Karim

Wawancara dengan ust. Fajrin. Fadel sebagai salah seorang warga muallaf mengakui bahwa ia tidak bisa baca tulis Alquran dan buta aksara. Ia pernah ikut mengaji di pembina sebelumnya, tetapi ia tidak melanjutkan karena kesulitan menyerap, apalagi dia disibukkan dengan pekerjaan, wawancara dengan Fadel.

Hal sama diungkapkan oleh Hi. Thahir. Sebagai pengayom kaum duafa, ia berinisiatif menyekolahkan sekitar 25 orang di MIA, tetapi hanya 1 orang yang berhasil menamatkan sekolah. Itupun, tidak melanjutkan ke tingkat tsanawiyah. Wawancara dengan Hi. Thahir.

Peneliti sempat menyaksikan Yahya Syakur memberi tahu kepada orang tua salah seorang murid agar anaknya besok ke sekolah karena naik kelas. Ada kalimat tambahan, jangan malas anaknya ke sekolah karena naik kelas. Juga, Ust. Fajrin sehabis Salat Magrib memberi tahu kepada salah seorang diantara mereka untuk ke sekolah dan mengingatkan supaya jangan malas.

Peneliti sempat menyaksikan salah seorang mengemis di masjid raya Palu pada saat hari Jumat. Ia menyertakan anaknya yang masih bayi. Semula peneliti ragu apakah pengemis ini berasal dari kalangan mauallaf di Tagari Lonjo, namun setelah berkunjung untuk ketiga kalinya peneliti menemukan pengemis muda tersebut (observasi, 13 dan 17 Juli 2012)

Ketika peneliti ikut menyaksikan proses tadarusan, mereka sedang mendaras Surat Ad-Duha dan beberapa surat pendek lainnya. Mereka bergantian memimpin tadarusan. Terlihat beberapa anak sudah lancar membaca Alquran dengan kefasihan yang lumayan. Dan beberapa anak lagi masih kesulitan.

Peneliti sempat menyaksikan dua orang pemuda muallaf yang sedang membersihkan halaman depan musala dan tempat wudhu setelah olahraga pabinte selesai dilakukan.

Wawancara Ust. Fajrin. Peneliti sempat menyaksikan bagaimana ust. Fajrin menjelaskan niat puasa dalam Bahasa Kaili kepada para jamaah masjid seusai salat magrib.

Ketokohan ust. Fajrin di kalangan mereka terlihat ketika suatu sore peneliti sedang duduk bersama di samping musala. Ustd. Fajrin lalu meminta para muallaf untuk melakukan olahraga adu kaki yang disebut pabinte. Mereka pun berkumpul dan memenuhi permintaan itu. Bahkan, tanpa canggung ust. Fajrin ikut terlibat, dan menjadi bahan tertawaan karena ia meringis kesakitan (Observasi, 17 Juli 2012)

Ada beberapa hal lucu yang dialami oleh Ust. Fajrin dkk pada fase awal memperkenalkan Islam kepada para muallaf. Suatu hari menjelang puasa, tim pembina memberitahukan kepada warga muallaf bahwa selama bulan puasa dilarang merokok, minum, makan, dan berhubungan suami isteri. Siang harinya, ust. Fajrin mendapatkan laporan bahwa ada muallaf yang mengunyah siri. Ust. Fajrin segera menemui dan menanyakan perilakunya itu. Sang muallaf mengatakan, “kan tadi malam ustad tidak bilang dilarang menyunyah sirih, yang dilarang cuma makan, minum, merokok, dan berhubungan badan”. Juga, pada suatu ketika sedang melaksanakan salat magrib, pada rakaat pertama, sang ustad sedang membaca surat Fatiha, tiba-tiba ada jamaah yang berdiri di sampingnya dan meminta izin meludah, dan pada rakaat ketiga, orang itu muncul lagi di sampingnya dan melaporkan kalau dia sudah meludah. Ust. Fajrin tidak menghentikan salatnya karena khawatir jamaah akan mengikutinya. ( Wawancara dengan Ust. Fajrin)

Peneliti menyaksikan beberapa orang muallaf komat-kamit mengikuti bacaan zikir ustad. Fajrin. Di kalangan anak-anak hampir semua sudah hafal dengan bacaan zikir itu. Sebagian bahkan ikut membacakan dengan suara keras.

Perubahan pola hidup mereka dirasakan oleh warga sekitar. Yusran, salah seorang pemuda kampung sekitar yang berprofesi sebagai tukang ojek mengatakan bahwa kondisi mereka jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Mereka sudah bisa mandi sore tanpa disuruh, dan tidak bau lagi. (Wawancara, 17 Juli 2012)

Harus diakui keberpihakan orang mampu terhadap orang lemah sangat efektif dalam melakukan perubahan sosial, lebih cepat dan tidak prosedural. Agak berbeda dengan keberpihakan negara yang terlalu berbelit-belit, dan kadang-kadang “kurang ikhlas”.

Wawancara dengan Ust. Fajrin

Bahkan H. Karman bersedia membiayai seluruh sekolah dan menggaji anak-anak mereka yang mau melanjutkan sekolah di tingkat SMA dan Perguruan Tinggi. (Wawancara)

Peneliti sempat menyaksikan tiga hari sebelum Ramadhan, ada tiga orang baru dari desa asal mereka datang ke pemukiman mereka. Meski secara umum ciri fisik mereka terlihat sama, tetapi orang-orang baru terlihat lebih kumal dan mulut mereka merah karena kunyahan sirih. Agak berbeda dengan warga binaan yang sudah terlihat lebih bersih dan sudah jarang mengunyah sirih. Biasanya semakin dekat Ramadhan dan idul fitri jumlah mereka semakin bertambah. Sedekah yang meningkat sangat menarik minat mereka.

Wawancara Ust. Fajrin.

Hal ini terlihat dengan sangat jelas ketika secara eksplisit , salah satu pejabat kementerian agama Provinsi Sulawesi Tengah mengatakan bahwa pembinaan muallaf tidak dilakukan oleh kementerian agama, tetapi kelompok sosial dan individu. Juga, ketika peneliti berkunjung ke kantor urusan agama Palu Selatan. KUA setempat sama sekali tidak mengetahui keberadaan para warga muallaf. Padahal, tempat mereka berada di wilayah kerja KUA Palu selatan. Pun, penyuluh yang bertugas di wilayah itu tidak bersedia diwawancara karena merasa tidak pernah berkunjung ke tempat itu.

Dana pembelian alat belajar berasal dari arisan warga. Setiap bulan mereka ada arisan sebesar sebelas ribu rupiah. Seribu rupiah didonasikan sebagai kas masjid. Dari situlah mereka membeli Alquran dan buku Iqra. Wawancara ust. Fajrin, tanggal 19 Juli 2012.

Biaya nikah mencapai Rp. 350.000 sampai Rp. 400.000. Biasanya kalau ada orang dari kalangan mereka akan menikah, biayanya dari urunan di kalangan mereka. Wawancara Ust. Fajrin.

Dalam kasus ini absennya perhatian penyuluh tentu tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena penyuluh memiliki problem tersendiri. Ada problem kapasitas, problem distribusi kerja, insentif yang tidak memadai, dan juga inisiatif yang lemah. Lihat hasil penelitian Tim Peneliti Kehidupan 2010. Penyelenggaraan Kepenyuluhan di Kawasan Timur Indonesia. Balai Litbang Agama Makassar.

Published
2017-03-27
How to Cite
Saprillah, S. (2017). Pengelolaan Muallaf dan Problematikanya di Kota Palu. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam, 20(2), 191-211. https://doi.org/10.24252/jumdpi.v20i2.2317
Section
Vol. 20 No. 2 2016
Abstract viewed = 355 times