AGAMA MAINSTREAM, NALAR NEGARA DAN PAHAM LINTAS IMAN: Menimbang Philosophia Perennis
Abstract
Titah, isyarat, atau pun hukum yang dikalamkan Tuhan dari langit, selamanya punya dimensi profan. Di sana—di setiap napas nubuat kudus—ada jejak tegas yang tersisa: bahwa Yang Abadi sekekalnya saling membelah dengan bumi yang guyah. Dan, kebenaran selalu hadir dalam bentang sejarah yang aneka, di tangan agung seorang utusan yang cemerlang, tapi unik. Cahaya dan gelap acapkali saling bertukar tangkap dengan semesta-kode langit yang tak tunai dalam kalam. Sejak itu agama menemukan sangkarnya di bumi. Jejak agama-agama, karena itu, bukan sepenuhnya petanda langit, tapi juga geliat peristiwa bumi. Dalam The Transcendent Unity of Religions (1976), Fritjhof Schuon mengenalkan philosophia perennis—sebuah kearifan antik—yang mengandaikan kaitan seluruh eksistensi yang ada dengan Realitas Mutlak. Wujud kearifan itu disebut “Tradition” yang hanya dapat dicapai melalui Intellectus—istilah yang dipopulerkan Plotinus—sebagai ungkapan lain dari soul atau spirit. Manifestasi “Tradition” yang diyakini kaum perennial sebagai berasal dari Tuhan, memiliki paras yang jamak dalam sejarah: agama-agam, filsafat, kearifan, seni, tradisi, ritus, simbol, doktrin, dan seterusnya. Sejatinya, dasar-dasar teoretis kearifan philosophia perennis tentang “Tradition” terdapat dalam jantung setiap agama dan tradisi autentik: tradisi Budha menyebutnya dharma, Taoisme (tao), Hinduisme (sanathana), Islam (al-dîn), Patuntung (lalang), dan sebaginya. Dengan cara—yang dalam philosophia perennis disebut sebagai “transenden” itu—semua ritus, doktrin dan simbol keagamaan terpaut dalam sebuah scientia sacra (“pengetahuan-suci”) yang melampaui bentuk formal agama. Di titik ini—Indonesia sebagai bangsa Plural—patut mempertimbangkan perspektif philosophia perennis, yang mengandaikan the heart of religions: bahwa di dalam jantung setiap agama dan tradisi autentik merengkuh misi dan pesan kebenaran yang sama. Jika ini menjadi tumpuan kesadaran kolektif—maka Indonesia sebagai bangsa plural—bisa menjadi rumah besar bersama yang nyaman, indah, dan damai.
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
1) Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
2) Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
3)Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).